Ciri Ciri Organisasi Sehat
Manusia merupakan makhluk sosial, tidak dapat hidup sendiri. Manusia pasti membutuhkan orang lain untuk memenuhi setiap kebutuhannya. Salah satu wadah yang bisa membantu manusia dalam memenuhi kebutuhannya adalah organisasi.
Organisasi berasal dari kata organum (Latin) dan organom (Yunani) yang berarti alat, anggota, bagian, atau badan. Secara sederhaan, organisasi merupakan kumpulan orang-orang yang bekerja sama untuk mencapai tujuan tertentu.
A. Organisasi yang Sehat
Organisasi yang sehat adalah organisasi yang memiliki cirri-ciri sebagai berikut:
Organisasi harus memiliki anggota yang jelas identitas dan kuantitasnya; Saat ini, setiap organisasi yang modern pasti menuntut para anggotanya memiliki KTA (kartu tanda anggota), agar tidak timbul ”romli” atau “rombongan liar” yang merupakan kumpulan dari ”talap” alias “anggota gelap” dari sebuah ”OTB” singkatan dari “organisasi tanpa bentuk”.
Organisasi harus memiliki pula identitas yang jelas tentang keberadaannya dalam masyarakat; Artinya, jelas di mana alamat kantornya. Tampak pula aktivitas sehari-hari kantor tersebut dalam menjalankan roda organisasi. Ada pula nama, lambang, dan tujuan organisasi yang termuat dalam AD (anggaran dasar) dan ART (anggaran rumah tangga). Demikian pula struktur organisasinya. Masih banyak lagi yang bisa membuktikan keberadaan organisasi itu di mata masyarakat. Jika identitas tak jelas, maka jangan salahkan masyarakat bila menaruh curiga terhadap organisasi itu.
Organisasi harus memiliki pemimpin serta susunan manajemen yang juga jelas pembagian tugasnya; Masing-masing bagian, divisi, maupun seksi juga aktif memainkan perannya. Tidaklah bagus ketika suatu organisasi yang terlihat aktif hanyalah ketuanya saja. Ini sangat ganjil dan bisa disebut ”sakit parah”, bahkan tampak seperti pertunjukan sirkus one man show dalam manajemen organisasi itu.
Dalam setiap aktivitas organisasi harus mengacu pada manajemen yang sehat; Misalnya, ada tiga tahapan dalam menjalankan roda organisasi, yaitu planning (perencanaan), action (pelaksanaan), dan evaluation (penilaian). Ketiga tahapan itu selalu dimusyawarahkan dan melibatkan sebanyak mungkin anggotanya, terutama saat melewati tahap action. Dalam manajemen itu, yang juga harus mendapat perhatian serius adalah administrasi. Surat bernomor, kop surat, dan ciri-ciri administrasi lainnya yang lazim ada di sebuah organisasi.
Organisasi harus mendapat tempat di hati masyarakat sekitarnya; Artinya, organisasi itu dirasakan benar manfaatnya bagi masyarakat. Maka, kegiatan organisasi dituntut untuk mengakar kepada kebutuhan anggota khususnya, bahkan untuk masyarakat di sekelilingnya.
B. Organisasi Berhasil
Seorang gadis desa murung karena dipaksa menikah dengan pemuda pilihan orangtuanya yang sebetulnya tidak ia sukai. Hatinya sebenarnya sudah tertambat pada pemuda lain, pemilik warung kecil di ujung desa. Namun, orangtuanya berpikiran lain. Pilihan mereka adalah pemuda yang sudah bekerja di kota, karyawan perusahaan swasta, kelihatan makmur. Sekian tahun kemudian, ternyata si anak yang benar. Warung kecil itu sudah berubah, selain menjual berbagai kebutuhan serba ada, juga jadi penyalur gas, wartel, rental VCD, dan pemiliknya sudah menjadi orang paling kaya di desa itu. Sedangkan menantu pilihan orangtua sudah sekian tahun menganggur karena terkena PHK.
Cerita di atas menggambarkan kepada kita bahwa sering kali kita slah mengukur keberhasilan atau potensi keberhasilan seseorang. Kalau demikian bagaimana kita akan mengukur keberhasilan organisasi yang lebih besar dan bersifat multidimensi?
Pada awalnya, banyak orang yang berpikir bahwa mengukur keberhasilan organisasi sederhana saja, yaitu apa yang menjadi output organisasi dan sejauh mana organisasi sanggup mencapai sasarannya dalam menghasilkan output tersebut. Kalau sasaran tercapai berarti organisasi berhasil, kalau sasaran tidak tercapai berarti organisasi tidak berhasil. Ini dinamakan dengan pendekatan sasaran.
Jika kita pahami cara yang demikian memiliki banyak jebakan. Seperti contoh, mungkin saja ada perusahaan dianggap buruk karena sebagian besar keuntungannya ternyata digunakan untuk investasi memperkuat fungsi pemasaran, sementara di perusahaan lain sepenuhnya dianggap keuntungan sehingga dianggap lebih berhasil karena jumlah atau persentasenya lebih besar. Sekian tahun kemudian perusahaan pertama ternyata unggul, sedangkan yang kedua terpuruk.
Kondisi yang lebih sulit lagi ialah jika kita akan membandingkan keberhasilan beberapa organisasi. Apalagi jika yang akan dibandingkan adalah organisasi-organisasi yang jenis outputnya berbeda. Tetapi, kondisi sulit ini justru memunculkan gagasan baru. Suatu saat disadari bahwa ada organisasi yang output-nya berbeda tetapi input-nya sama. Seperti tukang roti dan tukang cakwe, outputnya jelas berbeda tetapi inputnya sama-sama terigu. Selanjutnya terpikir bahwa perusahaan yang kuat mestinya mempunyai posisi tawar yang lebih baik (dibanding perusahaan yang kembang-kempis) terhadap pemasok bahan baku.
Perusahaan yang kuat barangkali diizinkan berutang, diberi harga yang lebih rendah, dsb. Dengan demikian sesungguhnya kemampuan memperoleh input ini bisa dianggap sebagai keberhasilan ataupun kekuatan organisasi. Maka muncul gagasan untuk menggunakan pendekatan input, yaitu mengukur keberhasilan organisasi dari kemampuannya mendapatkan input, terutama yang langka ataupun mahal.
Selanjutnya, terpikir lagi masalah baru, bagaimana membandingkan keberhasilan organisasi yang jenis input maupun output-nya berbeda? Diukur dengan pendekatan sasaran maupun pendekatan input mestinya tidak pas karena input dan output-nya berbeda.
Dari kalangan psikologi, muncul asumsi bahwa jika karyawan atau anggota organisasi merasa senang dalam menjalankan tugasnya, mereka akan bekerja dengan giat dan baik, sehingga akan membuat organisasi lebih berhasil. Dengan dasar asumsi itu kemudian muncul pendekatan proses internal yang berarti keberhasilan organisasi diukur dari kepuasan kerja dari para anggotanya.
Namun kemudian, orang mulai tidak puas dengan ketiga cara itu. Hal ini disebabkan masing-masing pendekatan hanya mengukur satu sisi saja dari keberhasilan organisasi. Pendekatan sasaran hanya memperhatikan keberhasilan organisasi dalam usaha mencapai sasarannya, pendekatan input hanya tertarik pada keberhasilan organisasi dari sisi suplai, pendekatan proses internal hanya mempertimbangkan kebahagiaan anggota organisasi.
Seringkali pendekatan seperti ini keliru. Suatu organisasi bisa dikatakan berhasil bila dilihat dari satu pendekatan, tetapi belum tentu bisa dikatakan berhasil bila dilihat dari pendekatan yang lain.
Karena berbagai kekurangan tersebut, muncullah kombinasi dari ketiga pendekatan terseabut, sehingga kekurangan pendekatan yang satu bisa ditutup oleh kelebihan pendekatan yang lain. Pendekatan ini dikenal dengan pendekatan integratif. Pendekatan integratif tidak secara spesifik mengukur keberhasilan organisasi, tetapi mencoba mendapat gambaran mengenai kondisi dari berbagai aspek yang terdapat dalam sebuah organisasi, sehingga keluarannya adalah gambaran mengenai profil organisasi. Selanjutnya, penafsiran terhadap profil itulah yang akan menggambarkan keberhasilan organisasi. Sekarang ini, pendekatan integratif lebih dikenal (popular) dengan nama balanced scorecard.
Contoh pendekatan integratif ini adalah sebuah organisasi yang memiliki beberapa pihak yang berkepentingan dari organisasi tersebut, misalnya pemilik, karyawan, konsumen, bank yang memberikan kredit, komunitas, pemasok, pemerintah. Bagi para pemilik, perusahaan dianggap bagus apabila sanggup memberikan keuntungan finansial yang besar ke kantong mereka. Untuk karyawan, perusahaan dianggap bagus apabila mampu memberikan kepuasan kerja, imbalan yang memadai, dan pengawasan yang “pas”. Konsumen menilai keberhasilan perusahaan dari mutu produk ataupun jasa yang dihasilkan.
Dari uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa keberhasilan suatu organisasi dapat dilihat dari beberapa aspek, tergantung dari sisi mana kita akan menilai keberhasilan tersebut. Beberapa pendekatan pengukuran keberhasilan di antaranya yang telah dijelaskan ialah melalui pendekatan sasaran, pendekatan input, pendekatan proses internal, dan pendekatan integratif.
Yang perlu diperhatikan ialah bahwa apabila suatu organisasi ingin berhasil haruslah memiliki competitive advantage (keunggulan kompetitif). Untuk mencapai keunggulan kompetitif itu, tiap organisasi harus siap untuk berubah. Dan untuk menjalani perubahan tersebut, tiap organisasi harus memiliki agen perubahan (orang-orang yang siap, mau, dan memiliki semangat untuk menjalankan perubahan).
C. Pengembangan Organisasi yang Sudah Dikatakan Berhasil
Setiap organisasi, baik yang sudah dikatakan berhasil ataupun belum perlu melakukan pengembangan organisasi. Hal ini dikarenakan dengan pengembangan organisasi dapat menciptakan keharmonisan hubungan kejra antara pimpinan dengan staf anggota organisasi, menciptakan kemampuan memecahkan persoalan organisasi secara lebih terbuka, menciptakan keterbukaan dalam berkomunikasi, dan merupakan semangat kerja para anggota organisasi dan kemampuan mengendalikan diri.
Cara yang dapat dilakukan untuk mengembangkan organisasi, baik yang sudah berhasil ataupun belum pada umumnya adalah sama. Hanya saja lingkupnya yang berbeda. Organisasi yang dikatakan berhasil tentu memiliki lingkup pengembangan yang lebih besar dan luas dari organisasi yang belum berhasil. Cara-cara atau tahap-tahap penerapan pengembangan organisasi adalah sebagai berikut:
Tahap pengamatan sistem manajemen atau tahap pengumpulan data; Dalam tahap ini perlu diamati sistem dan prosedur yang berlaku di organisasi termasuk elemen-elemen di dalamnya seperti struktur, sumber daya manusia, peralatan, bahan bahan yang digunakan dan bahkan keuangannya. Data utama yang diperlukan adalah : (1) Fungsi utama tiap unit organisasi, (2) Peran masing masing unit dalam mencapai tujuan dan sasaran organisasi, (3) Proses pengambilan keputusan serta pelaksanaan tindakan dalam masing-masing unit, dan (4) Kekuatan dalam organisasi yang mempengaruhi perilaku antar kelompok dan antar individu dalam organisasi.
Tahap diagnosis dan umpan balik; Dalam tahap ini kualitas pengorganisasian serta kegiatan operasional masing-masing elemen dalam organisasi dianalisis dan dievaluasi . Ada beberapa kriteria yang umumnya digunakan dalam mengevaluasi kualitas elemen-elemen tersebut, di antaranya: (1) Kemampuan beradaptasi; yaitu kemampuan mengarahkan kegiatan dan tenaga dalam memecahkan masalah yang dihadapi, (2) Tanggung jawab; kesesuaian antara tujuan individu dan tujuan organisasi, (3) Identitas; kejelasan misi dan peran masing masing unit, (4) Komunikasi; kelancaran arus data dan informasi antar-unit dalam organisasi, (5) Integrasi; hubungan baik dan efektif antar-pribadi dan antar-kelompok, terutama dalam mengatasi konflik dan krisis, dan (6) Pertumbuhan; iklim yang sehat dan positif, yang mengutamakan eksperimen dan pembaruan, serta yang selalu menganggap pengembangan sebagai sasaran utama.
Tahap pembaruan dalam organisasi; Dalam tahap ini dirancang pengembangan organisasi dan dirumuskan strategi memperkenalkan perubahan atau pembaruan. Strategi ini bertujuan meningkatkan efektivitas organisasi dengan cara mengoreksi kekurangan serta kelemahan yang dijumpai dalam proses diagnostik dan umpan balik. Mengingat bahwa setiap perubahan yang diperkenalkan akan mempengaruhi seluruh sistem dalam organisasi, bahkan mungkin akan mengubah sistem distribusi wewenang dan struktur organisasi, rancangan strategi pembaruan harus didiskusikan secara matang dan mendapat dukungan penuh pimpinan puncak.
Tahap implementasi pembaruan; Tahap akhir dalam penerapan pengembangan organisasi adalah pelaksanaan rencana pembaruan yang telah digariskan dan disetujui. Kegiatan implementasi perubahan meliputi : (1) Perubahan struktur, (2) Perubahan proses dan prosedur, (3) Penjabaran kembali secara jelas tujuan serta sasaran organisasi, dan (4) Penjelasan tentang peranan dan misi masing-masing unit dan anggota dalam organisasi
Iklan
Sumber :
- http://hendraverianto13.blogspot.co.id/2014/09/ciri-ciri-organisasi-yang-baik.html
- https://zizer.wordpress.com/2009/11/26/organisasi-sehat-dan-organisasi-berhasil/
Organisasi berasal dari kata organum (Latin) dan organom (Yunani) yang berarti alat, anggota, bagian, atau badan. Secara sederhaan, organisasi merupakan kumpulan orang-orang yang bekerja sama untuk mencapai tujuan tertentu.
A. Organisasi yang Sehat
Organisasi yang sehat adalah organisasi yang memiliki cirri-ciri sebagai berikut:
Organisasi harus memiliki anggota yang jelas identitas dan kuantitasnya; Saat ini, setiap organisasi yang modern pasti menuntut para anggotanya memiliki KTA (kartu tanda anggota), agar tidak timbul ”romli” atau “rombongan liar” yang merupakan kumpulan dari ”talap” alias “anggota gelap” dari sebuah ”OTB” singkatan dari “organisasi tanpa bentuk”.
Organisasi harus memiliki pula identitas yang jelas tentang keberadaannya dalam masyarakat; Artinya, jelas di mana alamat kantornya. Tampak pula aktivitas sehari-hari kantor tersebut dalam menjalankan roda organisasi. Ada pula nama, lambang, dan tujuan organisasi yang termuat dalam AD (anggaran dasar) dan ART (anggaran rumah tangga). Demikian pula struktur organisasinya. Masih banyak lagi yang bisa membuktikan keberadaan organisasi itu di mata masyarakat. Jika identitas tak jelas, maka jangan salahkan masyarakat bila menaruh curiga terhadap organisasi itu.
Organisasi harus memiliki pemimpin serta susunan manajemen yang juga jelas pembagian tugasnya; Masing-masing bagian, divisi, maupun seksi juga aktif memainkan perannya. Tidaklah bagus ketika suatu organisasi yang terlihat aktif hanyalah ketuanya saja. Ini sangat ganjil dan bisa disebut ”sakit parah”, bahkan tampak seperti pertunjukan sirkus one man show dalam manajemen organisasi itu.
Dalam setiap aktivitas organisasi harus mengacu pada manajemen yang sehat; Misalnya, ada tiga tahapan dalam menjalankan roda organisasi, yaitu planning (perencanaan), action (pelaksanaan), dan evaluation (penilaian). Ketiga tahapan itu selalu dimusyawarahkan dan melibatkan sebanyak mungkin anggotanya, terutama saat melewati tahap action. Dalam manajemen itu, yang juga harus mendapat perhatian serius adalah administrasi. Surat bernomor, kop surat, dan ciri-ciri administrasi lainnya yang lazim ada di sebuah organisasi.
Organisasi harus mendapat tempat di hati masyarakat sekitarnya; Artinya, organisasi itu dirasakan benar manfaatnya bagi masyarakat. Maka, kegiatan organisasi dituntut untuk mengakar kepada kebutuhan anggota khususnya, bahkan untuk masyarakat di sekelilingnya.
B. Organisasi Berhasil
Seorang gadis desa murung karena dipaksa menikah dengan pemuda pilihan orangtuanya yang sebetulnya tidak ia sukai. Hatinya sebenarnya sudah tertambat pada pemuda lain, pemilik warung kecil di ujung desa. Namun, orangtuanya berpikiran lain. Pilihan mereka adalah pemuda yang sudah bekerja di kota, karyawan perusahaan swasta, kelihatan makmur. Sekian tahun kemudian, ternyata si anak yang benar. Warung kecil itu sudah berubah, selain menjual berbagai kebutuhan serba ada, juga jadi penyalur gas, wartel, rental VCD, dan pemiliknya sudah menjadi orang paling kaya di desa itu. Sedangkan menantu pilihan orangtua sudah sekian tahun menganggur karena terkena PHK.
Cerita di atas menggambarkan kepada kita bahwa sering kali kita slah mengukur keberhasilan atau potensi keberhasilan seseorang. Kalau demikian bagaimana kita akan mengukur keberhasilan organisasi yang lebih besar dan bersifat multidimensi?
Pada awalnya, banyak orang yang berpikir bahwa mengukur keberhasilan organisasi sederhana saja, yaitu apa yang menjadi output organisasi dan sejauh mana organisasi sanggup mencapai sasarannya dalam menghasilkan output tersebut. Kalau sasaran tercapai berarti organisasi berhasil, kalau sasaran tidak tercapai berarti organisasi tidak berhasil. Ini dinamakan dengan pendekatan sasaran.
Jika kita pahami cara yang demikian memiliki banyak jebakan. Seperti contoh, mungkin saja ada perusahaan dianggap buruk karena sebagian besar keuntungannya ternyata digunakan untuk investasi memperkuat fungsi pemasaran, sementara di perusahaan lain sepenuhnya dianggap keuntungan sehingga dianggap lebih berhasil karena jumlah atau persentasenya lebih besar. Sekian tahun kemudian perusahaan pertama ternyata unggul, sedangkan yang kedua terpuruk.
Kondisi yang lebih sulit lagi ialah jika kita akan membandingkan keberhasilan beberapa organisasi. Apalagi jika yang akan dibandingkan adalah organisasi-organisasi yang jenis outputnya berbeda. Tetapi, kondisi sulit ini justru memunculkan gagasan baru. Suatu saat disadari bahwa ada organisasi yang output-nya berbeda tetapi input-nya sama. Seperti tukang roti dan tukang cakwe, outputnya jelas berbeda tetapi inputnya sama-sama terigu. Selanjutnya terpikir bahwa perusahaan yang kuat mestinya mempunyai posisi tawar yang lebih baik (dibanding perusahaan yang kembang-kempis) terhadap pemasok bahan baku.
Perusahaan yang kuat barangkali diizinkan berutang, diberi harga yang lebih rendah, dsb. Dengan demikian sesungguhnya kemampuan memperoleh input ini bisa dianggap sebagai keberhasilan ataupun kekuatan organisasi. Maka muncul gagasan untuk menggunakan pendekatan input, yaitu mengukur keberhasilan organisasi dari kemampuannya mendapatkan input, terutama yang langka ataupun mahal.
Selanjutnya, terpikir lagi masalah baru, bagaimana membandingkan keberhasilan organisasi yang jenis input maupun output-nya berbeda? Diukur dengan pendekatan sasaran maupun pendekatan input mestinya tidak pas karena input dan output-nya berbeda.
Dari kalangan psikologi, muncul asumsi bahwa jika karyawan atau anggota organisasi merasa senang dalam menjalankan tugasnya, mereka akan bekerja dengan giat dan baik, sehingga akan membuat organisasi lebih berhasil. Dengan dasar asumsi itu kemudian muncul pendekatan proses internal yang berarti keberhasilan organisasi diukur dari kepuasan kerja dari para anggotanya.
Namun kemudian, orang mulai tidak puas dengan ketiga cara itu. Hal ini disebabkan masing-masing pendekatan hanya mengukur satu sisi saja dari keberhasilan organisasi. Pendekatan sasaran hanya memperhatikan keberhasilan organisasi dalam usaha mencapai sasarannya, pendekatan input hanya tertarik pada keberhasilan organisasi dari sisi suplai, pendekatan proses internal hanya mempertimbangkan kebahagiaan anggota organisasi.
Seringkali pendekatan seperti ini keliru. Suatu organisasi bisa dikatakan berhasil bila dilihat dari satu pendekatan, tetapi belum tentu bisa dikatakan berhasil bila dilihat dari pendekatan yang lain.
Karena berbagai kekurangan tersebut, muncullah kombinasi dari ketiga pendekatan terseabut, sehingga kekurangan pendekatan yang satu bisa ditutup oleh kelebihan pendekatan yang lain. Pendekatan ini dikenal dengan pendekatan integratif. Pendekatan integratif tidak secara spesifik mengukur keberhasilan organisasi, tetapi mencoba mendapat gambaran mengenai kondisi dari berbagai aspek yang terdapat dalam sebuah organisasi, sehingga keluarannya adalah gambaran mengenai profil organisasi. Selanjutnya, penafsiran terhadap profil itulah yang akan menggambarkan keberhasilan organisasi. Sekarang ini, pendekatan integratif lebih dikenal (popular) dengan nama balanced scorecard.
Contoh pendekatan integratif ini adalah sebuah organisasi yang memiliki beberapa pihak yang berkepentingan dari organisasi tersebut, misalnya pemilik, karyawan, konsumen, bank yang memberikan kredit, komunitas, pemasok, pemerintah. Bagi para pemilik, perusahaan dianggap bagus apabila sanggup memberikan keuntungan finansial yang besar ke kantong mereka. Untuk karyawan, perusahaan dianggap bagus apabila mampu memberikan kepuasan kerja, imbalan yang memadai, dan pengawasan yang “pas”. Konsumen menilai keberhasilan perusahaan dari mutu produk ataupun jasa yang dihasilkan.
Dari uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa keberhasilan suatu organisasi dapat dilihat dari beberapa aspek, tergantung dari sisi mana kita akan menilai keberhasilan tersebut. Beberapa pendekatan pengukuran keberhasilan di antaranya yang telah dijelaskan ialah melalui pendekatan sasaran, pendekatan input, pendekatan proses internal, dan pendekatan integratif.
Yang perlu diperhatikan ialah bahwa apabila suatu organisasi ingin berhasil haruslah memiliki competitive advantage (keunggulan kompetitif). Untuk mencapai keunggulan kompetitif itu, tiap organisasi harus siap untuk berubah. Dan untuk menjalani perubahan tersebut, tiap organisasi harus memiliki agen perubahan (orang-orang yang siap, mau, dan memiliki semangat untuk menjalankan perubahan).
C. Pengembangan Organisasi yang Sudah Dikatakan Berhasil
Setiap organisasi, baik yang sudah dikatakan berhasil ataupun belum perlu melakukan pengembangan organisasi. Hal ini dikarenakan dengan pengembangan organisasi dapat menciptakan keharmonisan hubungan kejra antara pimpinan dengan staf anggota organisasi, menciptakan kemampuan memecahkan persoalan organisasi secara lebih terbuka, menciptakan keterbukaan dalam berkomunikasi, dan merupakan semangat kerja para anggota organisasi dan kemampuan mengendalikan diri.
Cara yang dapat dilakukan untuk mengembangkan organisasi, baik yang sudah berhasil ataupun belum pada umumnya adalah sama. Hanya saja lingkupnya yang berbeda. Organisasi yang dikatakan berhasil tentu memiliki lingkup pengembangan yang lebih besar dan luas dari organisasi yang belum berhasil. Cara-cara atau tahap-tahap penerapan pengembangan organisasi adalah sebagai berikut:
Tahap pengamatan sistem manajemen atau tahap pengumpulan data; Dalam tahap ini perlu diamati sistem dan prosedur yang berlaku di organisasi termasuk elemen-elemen di dalamnya seperti struktur, sumber daya manusia, peralatan, bahan bahan yang digunakan dan bahkan keuangannya. Data utama yang diperlukan adalah : (1) Fungsi utama tiap unit organisasi, (2) Peran masing masing unit dalam mencapai tujuan dan sasaran organisasi, (3) Proses pengambilan keputusan serta pelaksanaan tindakan dalam masing-masing unit, dan (4) Kekuatan dalam organisasi yang mempengaruhi perilaku antar kelompok dan antar individu dalam organisasi.
Tahap diagnosis dan umpan balik; Dalam tahap ini kualitas pengorganisasian serta kegiatan operasional masing-masing elemen dalam organisasi dianalisis dan dievaluasi . Ada beberapa kriteria yang umumnya digunakan dalam mengevaluasi kualitas elemen-elemen tersebut, di antaranya: (1) Kemampuan beradaptasi; yaitu kemampuan mengarahkan kegiatan dan tenaga dalam memecahkan masalah yang dihadapi, (2) Tanggung jawab; kesesuaian antara tujuan individu dan tujuan organisasi, (3) Identitas; kejelasan misi dan peran masing masing unit, (4) Komunikasi; kelancaran arus data dan informasi antar-unit dalam organisasi, (5) Integrasi; hubungan baik dan efektif antar-pribadi dan antar-kelompok, terutama dalam mengatasi konflik dan krisis, dan (6) Pertumbuhan; iklim yang sehat dan positif, yang mengutamakan eksperimen dan pembaruan, serta yang selalu menganggap pengembangan sebagai sasaran utama.
Tahap pembaruan dalam organisasi; Dalam tahap ini dirancang pengembangan organisasi dan dirumuskan strategi memperkenalkan perubahan atau pembaruan. Strategi ini bertujuan meningkatkan efektivitas organisasi dengan cara mengoreksi kekurangan serta kelemahan yang dijumpai dalam proses diagnostik dan umpan balik. Mengingat bahwa setiap perubahan yang diperkenalkan akan mempengaruhi seluruh sistem dalam organisasi, bahkan mungkin akan mengubah sistem distribusi wewenang dan struktur organisasi, rancangan strategi pembaruan harus didiskusikan secara matang dan mendapat dukungan penuh pimpinan puncak.
Tahap implementasi pembaruan; Tahap akhir dalam penerapan pengembangan organisasi adalah pelaksanaan rencana pembaruan yang telah digariskan dan disetujui. Kegiatan implementasi perubahan meliputi : (1) Perubahan struktur, (2) Perubahan proses dan prosedur, (3) Penjabaran kembali secara jelas tujuan serta sasaran organisasi, dan (4) Penjelasan tentang peranan dan misi masing-masing unit dan anggota dalam organisasi
Iklan
Sumber :
- http://hendraverianto13.blogspot.co.id/2014/09/ciri-ciri-organisasi-yang-baik.html
- https://zizer.wordpress.com/2009/11/26/organisasi-sehat-dan-organisasi-berhasil/
Komentar
Posting Komentar